Kalau
kita berbicara mengenai karakter pemuda Islam saat ini, kita harus
melihat dari berbagai sudut pandang. Nggak ketinggalan, yang akan kita
bicarakan tuh pemuda Islam di Indonesia, Malaysia, Negara-negara Barat,
ataukah Timur Tengah. Tapi baiklah, ayo kita lihat karakter pemuda Islam
di negeri kita sendiri, Indonesia.
Indonesia, negara nasionalis yang disebut-sebut memiliki jumlah penganut agama Islam yang besar, nyatanya masih saja kita temui fenomena-fenomena ‘ganjil’ yang dilakukan oleh orang-orang yang terdaftar di KTP beragama Islam. Yang nggak kalah jadi sorotan adalah perilaku para pemudanya. Kalau kita melihat dari sudut pandang kemajuan teknologinya nih, weits..nggak boleh diremehin lagi tuh. Siapa sih yang nggak kenal dengan istilah Internet dan segala produknya? Mulai dari si mesin pencari pintar bernama google, jejaring sosial yang menawarkan banyak kenikmatan untuk berhubungan dengan orang-orang dari berbagai negara, dan game online. Kalau yang berbau reliji juga banyak sekali yang kita lihat, bahkan ada dari kita yang memanfaatkannya. Misalnya, Al-Qur’an digital, berbagai widget islami untuk komputer maupun situs kita, dll.
Tapi dari sudut pandang akidah nih, yang seperti dikatakan di atas, banyak “fenomena ganjil” terjadi pada para pemuda Islam di Indonesia. Memang tidak semua pemuda islam seperti itu. Insya Allah masih banyak pemuda Islam yang menjalankan Islam sesuai syariat. Tapi tidak sedikit juga yang Islamnya ngasal. Na’udzubillah... apa saja sih, fenomena ngasal yang terjadi pada pemuda Islam Indonesia saat ini?
• Salah Kaprah Tentang Teknologi
Masyarakat Indonesia yang pernah menjadi jajahan Belanda selama berabad-abad lamanya ini, bisa dibilang “masih rawan”. Rawan dalam melihat “barang-barang” baru, rawan dalam berjalan di tengah arus modernisasi dan globalisasi, dan rawan dalam hal-hal lainnya. Bahkan banyak yang tidak tahu harus bagaimana menyikapi perubahan cepat yang terjadi, baik dari dalam maupun luar negeri. Seperti yang menjadi tradisi pemuda Indonesia, yang latah akan kemajuan teknologi. Lho, kok bisa? Iya, lihat saja banyaknya pengguna jejaring sosial di Indonesia. Tak terkecuali pengguna yang beragama Islam dan masih remaja. Jejaring sosial yang seharusnya bisa kita manfaatkan untuk berbagai hal-hal yang mencerdaskan, tapi banyak yang mengesampingkan. Jejaring sosial menjadi ajang untuk mencari pacar sekaligus berpacaran. Yup! Sebuah tindakan dengan level mendekati zina. Nah lo! Allah swt berfirman,
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)
Yang lebih parah, jejaring sosial juga nggak luput digunakan sebagai ajang untuk ghibah, menggunjing, saling caci, mengeluh, marah-marah tidak jelas, dan perbuatan-perbuatan jauh dari kebaikan lainnya. Ngakunya Islam, kok masih tidak punya rasa malu untuk berbuat demikian? Ingat, kan, jejaring sosial itu diakses secara internasional. Bayangkan gimana jadinya kalau ada orang asing yang bukan beragama Islam melihat status-status tidak sopan kita? Bisa makin memperparah anggapan mereka tentang kejelekan Islam, kan?
Salah kaprahnya ada pada persepsi yang banyak diyakini oleh para remaja. Banyak pemuda Islam yang tidak mau ikut-ikutan gaya, bahkan ada yang tidak mempunyai akun jejaring sosial, dibilang gaptek. Ya, gagap teknologi. Begitu mudahnya budaya memvonis orang dilakukan di negeri ini. padahal kalau komputer atau gadget nge-hang sedikit, sudah kewalahan, pontang panting nyari bantuan. Itukah yang disebut remaja update teknologi? Apakah hanya orang-orang yang bisa bermain-main dalam jejaring sosial? Jawaban ada pada diri kita sendiri.
• Salah kaprah dalam trend berbusana
Nah, kalau salah kaprah dalam kasus ini kebanyakan dialami oleh remaja muslimah. Demi keyakinan untuk terlihat lebih modis dan modern, banyak remaja muslimah jadi ikut-ikutan trend berbusana yang lagi naik daun saat ini. bahkan banyak buku-buku fashion diterbitkan dengan mengusung tema islami. Tapi, yang harus dikritisi adalah, tidak semua yang nge-trend dan modern itu syar’i dan benar untuk kita, kan? Contohnya, beberapa bulan lalu, kerudung model Paris sempat laris manis di pasaran. Pembelinya dari remaja sampai dewasa. Banyak remaja muslimah memakainya juga sewaktu sekolah. Tapi mirisnya, jilbab paris berbahan tipis dan ransparan itu tidak dilapis dengan kerudung lain pemakaiannya. Akbiatnya, sia-sia saja upaya menutup aurat. Sampai saat ini pun jilbab paris masih banyak digunakan, tapi lebih di modifikasi. Rambut yang seharusnya tidak kita tampakkan, malah sengaja diikat tinggi agar membentuk kerudung. Padahal, Allah swt berfirman,
“...perempuan-perempuan yang berpakaian tap telanjang, serong dan menyeerongkan, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak bisa masuk surga dan merasakan baunya..” (Hr. Ahmad dan Muslim)
• Salah kaprah tentang berbagai paham yang berkembang
Salah satu paham yang paling polpuler di kalangan pemuda Islam adalah “paham Islam garis keras”. Paham garis keras yang biasanya disebut masyarakat sebagai akarnya terorisme, memang tidak bisa mentolerir perbedaan keyakinan maupun pemikiran. Memang tujuannya adalah mendakwahkan islam di muka bumi ini sekaligus berjihad, tapi apakah bisa kita mengorbakan nama Islam sebagai agama kekerasan, yang tidak bisa hidup aman berdampingan dengan warga lainnya yang non-Islam? Karena kita diciptakan disertai tugas untuk menjaga 2 hubungan, yaoitu hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan dengan manusia). Jadi selama non muslim tsb tidak memerangi kita, maka kita dilarang untuk memerangi mereka. Ayat Al-Quran tentang toleransi beragama pun sudah sering kita dengar, dalam surat Al-Kafirun ayat 6,
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku” (Qs. Al-kafirun:6)
Terlepas dari kesalahkaprahan pemuda Islam di atas, kita harus bersyukur karena saat ini banyak pula pemuda Islam lebih peduli pada agama ini. Buktinya, organisasi Rohis makin banyak peminatnya, forum-forum pemuda muslim pun makin digemari, dan banyak pemuda Islam mengukir prestasi yang mengharumkan nama Indonesia pada kompetisi akademik maupun non-akademik. Yang paling penting adalah refleksi pada diri sendiri, mencoba membangun karakter pemuda Islam yang akhirnya bisa patut diacungi jempol dalam karya-karyanya. Selamat membangun karakter! :)
+ komentar + 1 komentar
semoga para pemuda muslim memiliki sifat-sifat yang mencerminkan sosok seorang muslim sejati.
salam juang dari Suara Garut
Posting Komentar
Monggo dikomentari.. :)