Remaja Islam: Bukan Yang "Pintar"

sumber gambar: rokhim.net
Modernisasi makin merajai banyak aspek. Aspek ekonomi, sosial, politik, sampai agama tak luput dari kesan modernisasi. Tak perlu dijelaskan pengertiannya, kita sudah paham betul kok, apa efek dari pemodernan di tengah kita.


sumber gambar: asaarham.blogspot.com



Hidup ditengah dunia yang serba modern sebagai seorang muslim tentu perlu perjuangan tersendiri. Perjuangan melawan ghozwul fikri. Yup! Perang pemikiran memang jadi isu terpopuler di kalangan pemuda Islam saat ini. Meski banyak dari kita yang sudah tahu atau bahkan merasakan dampaknya, tapi tetap saja tidak semua yang tahu, mau mengaku. Mengakui bahwa kita tidak benar-benar merasa keberatan dengan perang seperti itu. Alasannya sederhana, karena tidak ada korban jiwa nampak. Kalau bisa diibaratkan, ghozwul fikri itu seperti aksi pencurian besi-besi penyangga jembatan layang. Tidak pernah ketahuan kapan dilakukannya dan apa dampaknya. Tahu-tahu sudah ambruk jembatannya.


Lagi-lagi, sasaran utama ghozwul fikri adalah kalangan yang paling rawan. Remaja. Dan lagi-lagi, media yang paling berpengaruh dalam aksi ini adalah media yang populer. Ya, teknologi. Internet dan kawan-kawan menjadi malaikat sekaligus momok bagi pemakainya, terutama kalangan muda Islam. Internet layaknya malaikat penolong yang bisa membantu kita menemukan apapun yang kita butuhkan. Tapi momok menakutkan karena bersamaan dengan kemudahannya, tujuan tersembunyi selalu mengiringi. Apalagi kalau tujuannya bukan mengacaukan pemikiran pemuda Islam. Penyedia jasa gratis seperti Yahoo beserta produk-produk unggulannya seringkali menjadi sarana tepat dalam misi ghozwul fikri. Bukan rahasia lagi kalau sebagian bahkan hampir seluruh merek-merek  produk yang berhubungan dengan internet dimotori oleh Yahudi.
Tapi tidak selamanya kita harus menjadi pemuda fanatisme. Menjadi seorang yang anti dengan segala yang berbau Yahudi. Tidak mau menggunakan Hp, laptop, komputer, dan internet. Lucu sekali jadinya kalau pemuda Islam, yang di Al-qurannya merupakan sumber ilmu pengetahuan modern, malah tidak tahu menahu tentang teknologi. Mati gaya banget! Justru dengan kemudahan yang mereka tawarkan, kita harus menerimanya untuk tujuan besar kita juga.


Pemuda Islam, kalau mau dikatakan update, pasti syartnya harus punya banyak pengetahuan, kan? Namanya saja sudah ‘pemuda Islam’, mau kita buang kemana wajah kita kalau pengetahuan dasar keislaman kita saja sudah buruk rupa. Tapi masalahnya ada pada kurangnya penerapan ilmu Islam. Banyak sekali sekolah-sekolah berdiri di atas konsep Islami. Mulai dari sekolah negeri, pondok tradisional, sampai pondok modern. Tapi apakah dengan memasuki pondok pesantren, akan menjamin kita menjadi orang ‘bekehidupan’ Islam? Sebaliknya, apakah dengan memasuki sekolah negeri, akan menjamin kita lebih ‘canggih’ menerapkan ilmu? Semuanya tergantung pada diri masing-masing.


Kurangnya kesadaran akan makna ilmu Islam telah membuat banyak pemuda sebatas menjadi si pintar. Menjadi si pengoleksi ilmu. Kata pintar, mungkin bagi anak-anak TK atau SD merupakan kata yang bagus. Tapi mari kita renungkan kata itu sekali lagi. Bukankah yang dibutuhkan oleh agama ini adalah sebuah kecerdasan dan bukan kepintaran? Kepintaran manusia bersifat teori, tapi kecerdasanlah yang mampu mengubah segalanya. Banyak pemuda-pemudi berlatarbelakang pendidikan pondok pesantren, hanya pintar membaca kitab kuning, mengatur suara dalam mengaji, tapi tidak cerdas menerapkannya. Contohnya, santriwan banyak merokok, layaknya kegiatan itu adalah sebuah tradisi pondok yang tak perlu dikritisi. Sedangkan santriwatinya masih menggunakan jilbab tipis, bahkan ada yang hanya memakai selendang yang menampakkan auratnya. Tidak jauh beda juga para siswa dari sekolah negeri. Hanya pintar berorasi, menghafalkan berbagai rumus, tapi tidak mampu menata diri sebagai seorang muslim. Tapi perlu ditegaskan, tidak semua pemuda Islam seperti itu. Bahkan jika kita merasa masih hanya menjadi pemuda pintar, tidak ada kata terlambat untuk belajar menjadi cerdas.


Pada akhirnya kembali lagi ke masalah modernisasi di era globalisasi ini. Salah satu cara memaksimalkan pengetahuan Islam kita adalah dengan berbagi. Ya, melalui media yang disediakan oleh oknum-oknum ghozwul fikri, kita malah bisa memanfaatkannya untuk ‘membagikan’ pengetahuan kita. Bukan hanya mendakwahkan Islam, lebih dari itu adalah kita bisa terus mencari, menambah wawasan kita seputar Islam melalui internet. Tidak ada salahnya kita terus berguru walau bukan pada seorang yang terdaftar sebagai guru. Karena pada dasarnya, setiap orang adalah guru yang bisa mengajarkan kita akan suatu hal. Dan karena berguru untuk menambah wawasan Islam merupakan modal utama berjalan di tengah arus globalisasi dan ghozwul fikri. 

-Crew-
Bagikan Artikel ini :
 

Posting Komentar

Monggo dikomentari.. :)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ADS ROSSTAR - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger