Bro en Sis rahimakumullah, gimana kabar kamu semuanya? Semoga di hari ini kamu tetap
beriman, istiqomah bersama Islam, dan tentu saja mendapat perlindungan
Allah Ta’ala. Aamiin. Semoga seluruh kaum muslimin juga demikian ya, Bro
en Sis.
Hmm… kegiatan paling utama di awal bulan Syawal biasanya adalah
silaturahim dengan keluarga inti, kerabat dekat, juga menjalin ukhuwah
dengan tetangga dekat, kawan satu sekolah, sahabat seperjuangan dalam
dakwah dan masih banyak lagi (termasuk dengan ‘jamaah facebookiyah dan
twiteriyah’). Wuih, indahnya silaturahmi dan silah ukhuwah. Semoga itu
berlanjut di hari-hari berikutnya pada 11 bulan yang akan datang hingga
kembali menjumpai Ramadhan tahun depan. Insya Allah.
Namun sayangnya kita seperti semangat “hangat-hangat tahi ayam” alias
semangatnya cuma sesaat. BTW, kenapa istilah ini yang dipakai ya?
Padahal semua hal yang ‘diproduksi’ kemudian dikeluarin juga sepertinya
hangatnya cuma sesaat kok. Roti misalnya, akan hanya hangat ketika pas
dikeluarin dari oven. Kalo udah lama ya dingin juga. Nasi uduk juga
sama, pas baru dimasak ya hangat (atau bahkan panas), setelah beberapa
menit ya dingin juga. Selain itu, semua—maaf, tahi atau kotoran juga
karakternya emang begitu, baru dikeluarkan ya hangat. Coba aja pegang
hehehe… pas udah agak lama ya dingin juga. Sama saja.
Eh, ini kok jadi ngelantur gini ya? Sori Bro en Sis, mungkin ini
dampak dari ‘penyakit setelah lebaran’ (apa hubungannya? hehehe), banyak
yang masih mencret gara-gara makannya nggak beraturan dan nggak
ngikutin kaidah thayyib. Halal sih halal, tapi nggak thayyib (nggak
baik: terlalu pedas, asam, banyak santan, kacang-kacangan, berlebih
konsumsi minuman bersoda dan sejenisnya). Walhasil, ya banyak yang
sakit. Umumnya ya mencret. Maka jangan heran kalo ada teman kita yang
sampai saat ini, pas baca gaulislam edisi ini, kentutnya juga masih
disertai koloid, hehehe (itu tandanya masih menwa alias mencret
wae—mencret terus)
Kok takwanya cuma di Ramadhan?
Sobat islam, saya yakin kita semua masih ingat dengan semangat
kita (dan seluruh kaum muslimin) di awal Ramadhan. Tarawih pertama,
masjid tak kuat menampung jumlah jamaah. Hari kedua, masih lumayan
banyak tapi sudah berkurang sedikit, hari ketiga dan seterusnya hingga
akhir Ramadhan, masjid mengalami kemajuan shafnya alias tadinya
membludak hingga keluar, di akhir Ramadhan yang bertahan cuma dua shaf
dan sisanya banyak di luar masjid (mal, pasar swalayan, atau sedang bete
dirajam macet tak berampun saat mudik). Meski demikian, suasana
Ramadhan secara umum tetap menghadirkan keberbedaan di banding bulan
lainnya. Meski ada cukup banyak acara Ramadhan di televisi yang merusak,
tapi semoga yang nonton nggak banyak. Meski ada yang nggak puasa di
bulan Ramadhan, tetapi jumlah yang berpuasa insya Allah jauh lebih
banyak. Ini membuktikan bahwa di bulan Ramadhan, kaum muslimin cenderung
memiliki ketakwaan yang lebih baik ketimbang bulan lainnya. Patut
disyukuri.
Namun demikian, sebenarnya kita juga perlu merasa khawatir bahwa
takwa kaum muslimin cuma nyangkut di bulan Ramadhan. Nah, ngomongin soal
takwa seharusnya ketika kita berpuasa di bulan Ramadhan, memang
semestinya berbuah takwa. Eh, kamu tahu kan istilah takwa? Tahu dong,
intinya menjalankan perintah Allah Ta’ala dan menghindari atau menjauhi
segala larangan Allah Ta’ala. Pinter! Namun, kamu perlu tahu juga nih
tambahan wawasan tentang takwa. Yup, takwa (taqwa) itu berasal dari kata
waqa, yaqii, wiqayah dengan makna yang sejalan, sedang kata muttaqin adalah bentuk faa’il (pelaku) dari ittaqa suatu kata dasar bentukan tambahan (mazid) dari kata dasar waqa atau secara singkatnya waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara.
Ada juga yang membagi dua definisi taqwa, yakni pertama, hati-hati
dan yang kedua meninggalkan yang tidak berguna. Ada juga yang mengatakan
takwa itu mengetahui dengan akal, memahami dengan hati dan melakukan
dengan perbuatan. Sementara muttaqin dapat diterjemahkan menjadi orang yang menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan.
Nah, secara keseluruhan kata muttaqin adalah menjaga diri
untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan.
Merugikan di sini yang dimaksud yaitu melindungi diri dari segala
perbuatan yang mengandung kemaksiatan, syirik, kemunafikan dsb.
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah [2]: 233)
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, dalam al-Quran
bisa kita temui perintah dan dukungan untuk melaksanakan ketakwaan.
Nggak heran jika seruan agar kaum Muslim meningkatkan ketakwaannya
kepada Allah Swt. sering dilontarkan para khatib Jumat, dan para
aktivitis dakwah lainnya pada berbagai kesempatan.
Syaik Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Ruhaniyatud Da’iyah
menjelaskan mengenai hakikat takwa. Menurutnya, takwa lahir sebagai
konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk
dengan muraqabatullah, merasa takut dengan murka dan azabNya, serta selalu berharap limpahan karunia dan maghfirahNya.
Persoalannya sekarang, mengapa takwa hanya di bulan Ramadhan? Ah,
jadi inget sebuah iklan yang isinya begini, “Taat kalo ada yang lihat”.
Aduh, malu dan perlu berbenah sobat. Kita taat di bulan Ramadhan wajib,
di bulan lainnya juga wajib. Jangan oportunis lah. Cuma memanfaatkan
momen tertentu untuk ibadah dan bertakwa hanya karena banyak pahala dan
kebaikan di dalamnya. Oya, soal ini udah dijelasin di edisi
kemarin-kemarin ya. Tentang mulianya bulan Ramadhan, tentang pahala,
tentang kebaikan-kebaikan di dalamnnya, tentang banyak hal yang intinya
berbuah pahala plus bonus pahala dari setiap amal shalih yang kita
kerjakan dengan ikhlas. Itu sebabnya, kalo kita hanya takwa saat
Ramadhan, sementara bulan lainnya menjadi liar kembali, berarti ada something wrong
dalam diri kita. Bisa jadi cuma ikut-ikutan aja ibadah karena teman
yang lain ibadah. Bisa juga terpaksa karena malu kalo nggak puasa.
Sangat mungkin juga sebenarnya menolak, cuma ngerasa nggak ada gunanya
melawan karena khawatir dianggap aneh oleh kaum muslimin lainnya. Banyak
sebab. Tetapi yang pasti, imannya belum kuat tuh kalo sampe ketakwaan
ngikutin mood atau momen tertentu. Catet lho, Bro en Sis!
Jejak Ramadhan seharusnya membekas
Hmm… jadi inget syair lagunya Bimbo, Setiap Habis Ramadhan. Syairnya begitu sarat makna dan mendalam. Beberapa bait bunyinya begini:
Setiap habis ramadhan/ hamba rindu lagi ramadhan/ Saat-saat padat
beribadah/ tak terhingga nilai mahalnya/ setiap habis ramadhan/ hamba
cemas kalau tak sampai/ umur hamba di tahun depan/ berilah hamba
kesempatan….
Gimana baca lirik seperti ini, rindu lagi Ramadhan nggak? Memang
banyak juga di antara kita yang sedih ‘ditinggal’ Ramadhan, namun
seharusnya lebih sedih lagi kalo setelah Ramadhan, kita nggak berubah
jadi baik. Sia-sialah Ramadhan bagi kita, kalo setelahnya kita tak jua
menjadi lebih baik: akidahnya, ilmunya, takwanya, akhlaknya, dan
kuantitas serta kualitas amal shalih kita.
Kita pantas cemas menyaksikan polah teman-teman waktu Ramadhan
kemarin dalam menjalani puasa hanya sebatas menahan diri dari makan dan
minum doang. Sementara, mereka tetep keukeuh pacaran, tetep
membuka auratnya, tetep tidak mengontrol mata, telinga, dan hatinya dari
perbuatan kotor dan nista. Kita khawatir banget, jangan-jangan, cuma
mendapatkan rasa lapar dan haus dari puasanya itu. Rugi deh. Rasulullah
saw. bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga” (HR Ahmad)
Sobat gaulislam, selama bulan Ramadhan ini kita udah terbiasa hidup
teratur dan memiliki rasa takut yang cukup tinggi kepada Allah Swt. Kita
rela menahan untuk tidak makan dan minum di siang hari semata karena
kita taat kepada Allah Swt. dan menjaga puasa kita agar tidak batal.
Betapa kita rela mati-matian istiqamah dalam menjalankan perintah Allah
ini. Subhanallah.
Siang dan malam hari jadi giat beribadah seolah hari esok maut
menjemput kita. Semarak shalat tarawih berjamaah memberikan suasana
kebersamaan yang tinggi, tilawah al-Quran bergema hebat dari mulut kita.
Juz demi juz kita lalui dengan penuh semangat dan keikhlasan sehingga
begitu Ramadhan selesai, al-Quran khatam dibaca. Semoga amalan kita
diterima Allah Swt. Jerih payah beribadah siang dan malam semoga
menambah nilai takwa kita di hari-hari ke depanya. Jangan sampe deh,
ibadah yang rajin dan taat menjalankan perintah Allah Swt. hanya terjadi
di bulan Ramadhan saja. Sayang banget.
Maka, agar kita tetap bisa menjalankan ibadah di luar Ramadhan dan
makin kuat ketakwaan kita, nggak ada salahnya kita ciptakan suasana yang
sama dengan saat Ramadhan. Agar kita senantiasa merasa dekat dengan
Allah Swt. dan dihindarkan dari perbuatan dosa. Kamu pernah dengar kan
lagunya Opick yang berjudul Tombo Ati? Isinya pasti kamu pada
hapal deh. Yup, obat hati itu ada lima perkara. Pertama, membaca
al-Quran (meresapi makna untuk mencerahkan akal dan jiwa). Kedua, shalat
malam (agar bisa meraih disiplin orang-orang shalih). Ketiga, bergaul
dengan orang-orang shalih (untuk mendapatkan ilmu dan nasihatnya).
Keempat, shiyam, yakni puasa (agar lapar kita berbuah sadar). Kelima,
dizkir malam (membiasakan dzikir di malam hari di saat banyak manusia
terlelap dalam tidurnya).
Nah, semoga saja artikel ini bisa membuat kita senantiasa menumbuhkan ketakwaan
meski Ramadhan sudah berlalu meninggalkan kita. Artinya, ada hasilnya
gitu lho. Shaum Ramadhan berbuah takwa, bukan cuma dapetin lapar dan
haus doang.
Terakhir, ada hadis qudsiy yang oke banget untuk memotivasi agar kita
senantiasa dekat dengan Allah untuk meraih takwa kepadaNya:“Jika
seorang hamba mendekat kepadaKu sejengkal, Aku akan mendekatinya
sehasta; jika ia mendekatiKu sehasta, aku akan mendekatinya sedepa; jika
ia datang kepadaKu dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan
berlari” (Shahih Bukhari, XI/199)
Oke deh, kita kita berharap Ramadhan jejaknya membekas bagi kita, dan
semoga juga bagi seluruh kaum muslimin. Meskipun kalo liat
kenyataannya, Ramadhan jejaknya tak membekas dalam kehidupan kaum
muslimin secara umum. Sedih sungguh. Tapi bukan untuk dikeluhkan semata.
So, ini tugas kita untuk kembali menyadarkan mereka. Itu sebabnya, yuk kita gencarkan dakwah! Twitter @zuranasyrofi10